Edisi 1846
—
- Media sosial di zaman ini ibarat pisau bermata dua,yang mana telah membantu tersebarnya banyak kebaikan namun disisi lain juga banyak konten-konten negatif yang mengalir dengan mudah.
- Salah satu cara Islammenjaga kehidupan dengan mengajarkan kepada kita bagaimana menyikapi berita.
- Hendaknyasebagai seorang muslim kita menyadari, bahwa berbicara itu juga ada adabnya.
- Penyebaran hoaks dan fitnah adalah salah satu perbuatan kaum munafikdi zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan tersebut.”
(Q.S. Al-Hujurat : 6)
—
Era Medsos: Era Banjirnya Informasi
Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial di zaman ini ibarat pisau bermata dua. Penggunaan media sosial telah membantu tersebarnya banyak kebaikan. Dakwah dan konten-konten bermanfaat lainnya bisa dirasakan oleh berbagai kalangan cukup dengan membuka akun media sosialnya, dan kita sangat bersyukur atas nikmat ini.
Namun jangan dilupakan, begitu banyak konten-konten negatif juga mengalir dengan mudah. Kita dapati di grup-grup media sosial, seseorang membawakan berita yang menghebohkan dan membuat geger anggota grup, namun ternyata di kemudian hari terbukti berita tersebut adalah berita palsu belaka, bahkan fitnah yang merugikan pihak lain. Celakanya adalah hal ini terulang dengan mudahnya, tersebarnya hoaks seakan menjadi hal yang biasa dan dianggap hanya tanggung jawab si pembuat berita, adapun si penyebar seringkali merasa tidak bersalah.
Tidak ada salahnya bermain media sosial, karena ia hanyalah sarana, laksana mobil yang digunakan untuk mengantar barang, maka bermedsos bisa memudahkan kita mengantar dan menerima informasi. Namun ingatlah konsep hidup seorang muslim, hendaknya berilmu sebelum beramal, maka pastikan langkah-langkah kita di media sosial jangan sampai keluar dari rambu-rambu yang diajarkan oleh agama ini.
Pentingnya Cek dan Ricek Ketika Mendapatkan Berita
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan tersebut.” (Q.S. Al-Hujurat : 6)
Para ulama ketika menjelaskan tafsir ayat ini membawakan beberapa faidah berikut,
- Hendaknya memeriksakebenaran berita dan tidak bermudah-mudahan dalam membenarkannya;
- Berita bohong bisa mengakibatkan musibahbagi suatu kaum;
- Kita harus membedakan sikap kita dalam menerima berita dari orang baik, orang pendusta, dan orang fasik.
Inilah salah satu cara Islam menjaga kehidupan, agama ini mengajarkan kepada kita bagaimana menyikapi berita, khususnya ketika berita tersebut disampaikan oleh orang yang fasik. Hendaknya seorang muslim memperhatikan hal ini, tidak perlu merasa ingin menjadi si paling tahu, si paling cepat dapat berita, si paling up to date, tapi ternyata berita yang ia sebarkan hanyalah dusta dan fitnah, Allahul musta’an.
Jangan Sampai Menyebarkan Berita yang Masih Meragukan
Sebagai seorang muslim juga hendaknya kita menyadari, bahwa berbicara itu ada adabnya, tidak selamanya kita harus terlibat dalam pembicaraan dan menjadi penyambung cerita.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Inilah panduan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hendaknya kita mengusahakan agar diri kita bisa menjadi seperti ini. Pilihan untuk diam jauh lebih baik daripada menyebarkan perkataan yang buruk, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandingkannya dengan keimanan kepada Allah Ta’ala dan hari akhir.
Suatu ketika, ada seorang laki-laki yang meminta nasihat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka di antara nasihat yang diberikan kepada lelaki tersebut adalah, “..jangan engkau mengatakan sesuatu yang membuatmu minta maaf di kemudian hari..” (H.R. Ahmad)
Kalaupun harus berbicara, maka sepantasnya kita pikirkan dengan matang-matang, jangan sampai perkataan itu menjadi beban di hari esok, sehingga tiba saatnya hari yang penuh dengan penyesalan dan kita membutuhkan permintaan maaf atas apa yang keluar dari lisan kita.
Sengaja Menyebarkan Hoaks: Perbuatan Orang Munafik di Masa Nabi
Penyebaran hoaks dan fitnah adalah salah satu perbuatan kaum munafik di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di masa Perang Muraisi, Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘anha ikut dengan rombongan untuk membersamai Nabi, maka ketika di tengah perjalanan beliau kehilangan kalungnya yang mengharuskan beliau keluar untuk mencarinya sehingga ketinggalan rombongan. Singkat cerita, beliau bertemu dengan Shafwan bin Muatthal yang ketika itu mempersilakan beliau untuk naik ke untanya, sementara dia menuntun untanya.
Maka mendengar cerita ini, salah seorang gembong munafik, yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul langsung mengarang cerita bohong (hoaks) untuk menyebarkan fitnah tentang Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘anha dengan Shafwan. Sampailah cerita tersebut kepada kaum muslimin dan membuat sebagian sahabat sampai terfitnah dengannya. Bahkan terjadi pertikaian di antara para sahabat yang membuat mereka hampir saling serang. Bayangkan betapa ganasnya fitnah hoaks yang dilakukan oleh kaum munafik ini!
Fitnah yang keji ini djawab oleh Allah Ta’ala langsung melalui firmannya dalam surat An-Nur ayat 11-20. Allah Ta’ala membela Ibunda Aisyah, mencampakkan dusta kaum munafik, menerangkan haramnya menyebarkan berita palsu, serta menjelaskan bagaimana sikap yang benar seorang muslim ketika menghadapi berita palsu tersebut pada beberapa ayat tersebut.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “(Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar.
Dan Mengapa di waktu mendengar berita bohong itu kalian tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.”
Allah memperingatkan kalian agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.”
(Q.S An.Nur: 15-17)
Syaikh As-Sa’di Rahimahullah ketika menafsirkan ayat-ayat ini menjelaskan bahwa wajib bagi seorang muslim menjauhkan lisannya dan menyebarkan berita-berita palsu yang dilontarkan terhadap kaum muslimin karena ada azab yang besar ketika seseorang malah larut dalam pembicaraan dusta seperti itu.
Langkah Terhindar dari Hoaks dan Fitnah di Media Sosial
Di media sosial, apapun berita yang kita dapatkan, hendaknya kita pastikan kebenarannya sebelum menyampaikannya kepada pihak lain, tak usah terburu-buru. Kalau berita tersebut buruk dan berbau negatif, maka alangkah lebih baiknya menahan mulut dan tidak perlu ambil pusing dengannya. Cermatilah berita-berita yang tidak masuk akal, yang seringkali hanya ingin mencari perhatian.
Ingatlah bahwa di zaman nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja munafik sudah gemar menyebarkan berita palsu, maka di zaman digital seperti ini hendaknya kita lebih waspada dan menghindari provokasi dari musuh-musuh Islam. Jangan sampai kita justru punya andil dalam terjadinya permusuhan dan perpecahan di masyarakat, terlebih lagi ketika permusuhan tersebut terjadi pada sesama kaum muslimin. Allahul Musta’an.
Wallahu A’lam. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammadin wa ‘alaa aalihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.
Ditulis : Rafi Pohan (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Dimuraja’ah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.